Kamis, 24 Desember 2015

Penyair Kasih

Di malam Natal telah lahir seorang penyair:
Penyair Kasih.
Dari balik sajakNya berlindung sepasang burung merpati:
berbulu putih.

Penyair Kasih baru saja lahir.
TangisNya lirih merintih dingin angin mengalir,
di antara cinta kasih rindu dan letih yang bergulir,
dalam darahNya.
Darah kata-kata.

Dalam lelapNya di tengah tumpukan
jerami di kandang itu,
Penyair Kasih bermain puisi dengan
sekawanan domba di padang rumput
yang luas,
terang yang tak terbatas.
Sesekali dibacakanNya puisi untuk para domba
yang sedang tertidur pulas.

"Kasihilah sesamamu."

Penyair Kasih yang puitis,
huruf-huruf dalam sajakNya
dipanggulNya sendiri menuju
puncak kerinduan yang miris.

Ia rela berkorban,
demi kata-kata,
demi kita-kita,
demi sajak-sajak yang disegel
demi sajak-sajak yang disegel
demi sajak-sajak yang disegel
oleh waktu.
Dia tawarkan pengampunan.

(Malam Natal, 24 Desember 2015)



Pelukis Alis

Seorang pelukis sedang sibuk
melukis alis
di wajah seorang gadis
yang selalu tampil narsis
agar tetap tampak eksis.

Pensil alis yang digunakan oleh pelukis
terbuat dari gerimis dan tangis
seorang gadis berwajah manis,
namun hatinya miris.

"Aku juga ingin dilukis" pinta sang gadis.

"Kamu sudah terlalu indah tanpa sulam alis.
Sulam alis hanya untuk mereka yang
tidak percaya diri dengan penampilannya."

"Alisku merupakan jalan setapak menuju
musim penghujan di bawah kelopak mataku.
Aku ingin membuatnya lebih indah agar
tak ada lagi lelaki yang berani
bermain dengan airmataku."

Malam itu sang gadis melukis alisnya sendiri
untuk memalingkan perhatian lelaki
dari matanya yang sembab,
hati yang miris,
dan kenangan yang tragis.

(2015)


Jumat, 11 Desember 2015

Secangkir Senja

Selamat senja, kekasih.
Silahkan diminum kopi buatanku.
Kopi ini merupakan sisa-sisa kenangan kita yang pahit,
yang kuseduh dengan tetesan air hujan
yang berjatuhan dari bawah alis matamu.
Nikmatilah kopiku,
sambil kita memandangi mentari
yang perlahan-lahan sedang menenggelamkan jasadnya.
Tanpa perlu lagi kita saling berdebat
tentang bayangan siapa di antara kita yang lebih dulu lenyap.

Nikmatilah kopiku, kekasih.
Sampai nanti langit tak lagi
memancarkan fotosfer senja,
dan kamu tak lagi bisa bertingkah manja
kepadaku, kepada bahuku, kepada bibirku.
Lepaskanlah keresahanmu, kekasih.
Biarkan kita saling berpaling,
sebab kini semua cerita tentang kita telah sirna
diterpa hembusan angin khayal.
Tanpa perlu lagi kita saling berdebat
tentang cinta siapa di antara kita yang lebih dulu lenyap.

Nikmatilah pahitku, kekasih.
Agar kau tak lagi ragu untuk melepasku.
Melepas kata-kata dalam sajakku,
dan meletakkannya ke dalam cangkir kopimu.
Rona merah di langit senja ini,
rasa lelah tak terbendung lagi.
Bila malam nanti kau rasa begitu senyap,
Jangan lagi kau nanti bayanganku
yang telah ikut tenggelam bersama mentari senja.
Aku tak akan pernah bangun lagi, kekasih.
Aku tak akan pernah kembali bersama mentari pagi
yang selalu kau nanti sepanjang malam ini.
Aku tak akan kembali lagi.
Kenanglah aku di dalam secangkir kopi.
Kenanglah aku sebagai cinta yang telah mati.

(2015)


NISKALA

Pada suatu subuh aku mengenang kepergianmu.
Airmataku menjelma embun pagi yang menetes di antara dahan dan dedaunan,
lalu menguap seketika matahari menjelang dan membentuk lukisan
di antara perpaduan awan.
Pada akhirnya, airmataku menjelma hujan
yang menghasilkan genangan
di dalam kelopak mata kamu.
Genangan-genangan kenangan.
Ingin sekali aku mengumpulkan genangan kenangan itu.
Namun sayang, kini kelopak matamu
tak akan pernah bisa terbuka lagi.

(2015)



Pacar Posesif Paling Sadis

Kau bagai induk ayam
yang berwajah muram
ketika mengetahui anak-anakmu
diganggu oleh sekawanan yang bukan kelompokmu.

Dan aku ibarat anak ayam,
semakin hari semakin suram.
Kala tak mampu membendung egomu,
bagai belati mengoyak kebebasan semu.

Pacar posesif paling sadis,
di antara hubungan yang semakin miris,
ketika kutemui kau menangis,
di antara alam dan hutan yang semakin terkikis.

Pacar posesif paling sadis,
kelak waktu kita akan habis,
takkan kuhentikan desahan-desahan tangis,
yang merambat di wajahmu yang manis.

(2015)