Penyair Kasih.
Dari balik sajakNya berlindung sepasang burung merpati:
berbulu putih.
Penyair Kasih baru saja lahir.
TangisNya lirih merintih dingin angin mengalir,
di antara cinta kasih rindu dan letih yang bergulir,
dalam darahNya.
Darah kata-kata.
Dalam lelapNya di tengah tumpukan
jerami di kandang itu,
Penyair Kasih bermain puisi dengan
sekawanan domba di padang rumput
yang luas,
terang yang tak terbatas.
Sesekali dibacakanNya puisi untuk para domba
yang sedang tertidur pulas.
"Kasihilah sesamamu."
Penyair Kasih yang puitis,
huruf-huruf dalam sajakNya
dipanggulNya sendiri menuju
puncak kerinduan yang miris.
Ia rela berkorban,
demi kata-kata,
demi kita-kita,
demi sajak-sajak yang disegel
demi sajak-sajak yang disegel
demi sajak-sajak yang disegel
oleh waktu.
Dia tawarkan pengampunan.
(Malam Natal, 24 Desember 2015)