Minggu, 27 September 2015

Angin Malam

Semalam kudengar desahanmu
merambat di sela dinding-dinding kamar
yang dingin,
Sungguh sangat mengganggu aku yang
sedang sibuk bersenda gurau dengan
desauan angin.

Sang angin memintaku:
"Ambillah sebuah gitar, ciptakan sebuah
lagu untukku."

Kuterima tantangan sang angin,
Kuambil sebuah gitar yang penuh
dengan sarang laba-laba,
Gitar yang terakhir kali kumainkan
bersamamu, tentang lagu-lagu yang
pernah kita ciptakan berdua.

"Ciptakan inspirasi untukku,
kepalaku sedang mumet dipenuhi oleh
kenang-kenang yang tak kunjung hilang,"
pintaku kepada angin.
Lalu sang angin meniup wajahku pelan-pelan.

Rinduku hanyut dalam silirnya angin malam,
Terpejam mataku, dinginnya malam
membawaku ke lantunan nada-nada minor,
yang dengan sendirinya bercerita,
di antara jari-jari tangan yang berpadu
dengan dawai-dawai gitar yang berdebu.

Semakin malam, semakin larut jiwaku
berdendang bersama angin malam.
Suasana yang begitu aku rindukan
di saat kelam dan hampir terpejam.
Suara-suara indah mengiringi
malam ini menuju pagi.

Syahdu, sendu, dan rindu menjadi satu.

Hingga,
Tak kuingat lagi suara desahanmu,
Tak kuingat lagi kepergianmu,
Tak kuingat lagi tentang luka di hati,
bahwa kini kau sedang berbagi desah
dengan yang lain.
Aku mulai menikmati setiap waktu
bersama silir angin malam, nada-nada kelam,
yang tersulam di balik diam.

Sudah hampir jam tiga pagi,
Perlahan-lahan suara angin berhenti bernyanyi,
Kulihat sang angin tertidur di sela-sela ketiakku,
"Indah sekali tidurmu," batinku.

Suasana pun menjadi sunyi,
Kuletakkan gitar, terdiam ku merebah
dan melamun,
Sayup dari balik dinding-dinding kamar
yang dingin;
Kudengar suara tangisan lirih.

Astaga, ternyata yang kudengar
semalam bukan suara desahan,
melainkan suara tangismu yang
terpantul di atas
genangan-genangan kenangan
di sudut kamarmu.

Walau begitu,
Kuurungkan niatku untuk mengumpulkan
genangan-genangan airmata kamu,
seperti yang biasa aku lakukan -dulu-
saat aku masih suka berteduh di bawah mata kamu
ketika musim penghujan tiba.

Untuk malam ini dan seterusnya,
Aku mulai mencintai angin malam.



Dicky Cahyadi
Duri, Riau, 27 September 2015





Tidak ada komentar:

Posting Komentar