Landak mini yang lugu,
Tatapan matamu lucu,
terkadang sayu.
Tingkahmu kayak asu,
Bikin emosi, tapi lucu.
Kau temanku yang bodoh,
Ketika kelaparan, kau mondar-mandir ke setiap sudut kandang,
Menunggu makanan tuk secepatnya datang.
Terkadang,
Seharian penuh kau tak makan,
Tapi kau tak meradang.
Di tengah dinginnya malam,
Kau hanya bisa meringkuk di sudut kandang,
Dengan bulu-bulu lucumu menggigil,
Kedinginan.
Bry,
Walau tak seharian kau tak kuberi makan
ataupun minuman,
Kau tak pernah marah.
Atau kau tak bisa marah?
Kenapa kau tak marah, Bry?
Gigit saja jidatku,
Tusuk saja aku,
Dengan bulu-bulumu yang tajam,
Menghujam,
Karena aku memang kejam, Bry.
Maafkan Bry,
Karena aku tak sempat untuk,
berbagi waktu,
berbagi cerita,
berbagi kasih denganmu.
Karena aku tau,
Walau kau hanya seekor hewan bodoh,
Kau tetap makhluk hidup,
Kau tetap ciptaan Yang Kuasa,
Kau tetap memiliki rasa.
Sekarang Bry yang malang telah pergi,
Tinggalkan kenang tuk mencari arti,
Dalam ruang yang abadi.
Kini kau telah tenang dalam bayang-bayang
yang terbias terang.
Jiwamu terbang bersama kunang-kunang.
Segala resahmu hilang.
Lenyap ke dalam remang bintang-bintang.
Selamat jalan, Bry.
Tak akan lagi kau temukan orang yang mampu membuatmu menahan lapar.
Aku percaya itu.
(Duri,
Riau – 12 Oktober 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar