Tempatkan tepat di hatimu
bingkis rasa resah pilu
Tepatkan tempat di ruang itu
tuk sesaat menyulam rindu
Walau tak sempat kita saling bertutur
dalam jerat yang remang-remang hancur
Namun tak terlambat tuk sela peluh berbilur
di setiap untai airmata tercucur
Tidakkah kau tahu?
Sebegitu hebat kita lebur
Dalam bait sajak yang tersadur
Tempat segala keping terhambur
Tempat kita menikmati gugur
Oh, iya
Senja sudah redup
Kala hatimu tertutup
Dan mataku meletup
Jangan lagi kau sebar rindu
Kepada setiap sejarah yang sendu
Hah? Sendu?
Iya, juga syahdu.
-Dicky Cahyadi-
Senin, 27 Oktober 2014
Bahkan
Bahkan,
Alkohol yang ku minum dari sebotol berukuran sedang yang berisi ciu murni tanpa campuran apapun itu belum sempat tersebar rata di sel-sel dan jaringan pembuluh darahku.
Bahkan,
Rokok yang kulinting sembari menyela airmata yang tertetes di bawah sinar rembulan dan memantul ke genangannya tepat di depanku belum sempat aku nyalakan.
Bahkan,
Cerita tentang sepasang penari di punggung semesta yang menari dengan uletnya memadukan keseimbangan antara logika dan perasaan belum kita lakonkan.
Bahkan,
Ketika semuanya belum sempat untuk terjadi,
-
kau telah pergi.
-dicky cahyadi-
Alkohol yang ku minum dari sebotol berukuran sedang yang berisi ciu murni tanpa campuran apapun itu belum sempat tersebar rata di sel-sel dan jaringan pembuluh darahku.
Bahkan,
Rokok yang kulinting sembari menyela airmata yang tertetes di bawah sinar rembulan dan memantul ke genangannya tepat di depanku belum sempat aku nyalakan.
Bahkan,
Cerita tentang sepasang penari di punggung semesta yang menari dengan uletnya memadukan keseimbangan antara logika dan perasaan belum kita lakonkan.
Bahkan,
Ketika semuanya belum sempat untuk terjadi,
-
kau telah pergi.
-dicky cahyadi-
Selasa, 30 September 2014
Dasar Pengecut!!
Sementara wanita itu duduk terdiam
Aku memandang dari kejauhan
Tak berhenti otakku berpikir
Untuk hanya sekedar menyapa
"Bagaimana kalau dia tak menanggapi?"
"Bagaimana kalau dia malah pergi?"
Batinku berhalusinasi
Dasar pengecut!!
Sementara wanita itu tersenyum
Membuat jantung berdebar hebat
Membangkitkan ketidakberdayaan
Meningkatkan ketakutan naluri
"Jatuh cinta pada pandangan pertama?"
"Tidak, ini hanya sebatas kekaguman"
Begitu aku meyugesti diri
Dasar pengecut!!
Sementara wanita itu bercerita
Aku larut dalam kisahnya
Aku menyelami air matanya
Hati seakan berkehendak
"Genggam tangannya"
"Peluk tubuhnya"
Namun aku tak pantas diri
Dasar pengecut!!
Sementara wanita itu pergi
Aku masih berdiam mati
Menyesali segala asumsi
Mengutuk semua ilusi
"Biarkan dia pergi"
"Masih banyak wanita lain"
Batinku menghibur diri
Dasar pengecut!!
Sementara wanita lain datang
Kejadian di atas terulang lagi
Dan begitu seterusnya
Sampai aku menyadari
"Memang pantas aku sendiri"
"Asumsi negatif tak pernah berujung positif"
Lalu aku mengutuk diri
Dasar pengecut!!
-Dicky Cahyadi-
Minggu, 28 September 2014
Hilang Menuju Pagi
Di fotosfera senja
Namamu terpenjara
Pedih di balik manja
Lirih batinmu, "Hina!"
Senja menganastesi
Kita menuju mati
Mengantarkan fantasi
Mencuri arti
Risalah perjalanan
Cerita kaulan
Di tengah kehidupan
Kemunafikan
Peluh bercucuran
Jantung berdebaran
Di antara
Jiwa yang berpelukan
"Tapi", katamu,
"Kita tak pernah tahu
Apakah kita mampu
Mengalahkan waktu?"
"Jangan getir
Kita hadir
Tak mampu terusir
pun oleh takdir"
Angin malam
Dalam temaram
Tak terpejam
Menelan alam
Seketika kita
Berkata tak kata
Setitik kita
Ketikkan ketakutan
Ketakutan akan peran
Ketakutan masa depan
Ketakutan sang perawan
Dan malam-malam panjang
Sinar rembulan
Membias bayangan
Nafasnya pelan
Menikmati ciuman
Angin beradu lari
Menunggu matahari
Jantung berdebar ngeri
Mengonstruksi birahi
Indah lekukanmu
Desah melankolis
Seindah merbabu
Dipeluk edelweiss
Bayanganku menyelam
Meresapi matamu
Ketika kau terpejam
Terpenjara nafsumu
Di balik bayang
Kita hilang
Dalam sembahyang
Kita terbang
Dalam belai kita lebur
Nikmat cinta dan cerita
Dalam jiwa kita syukur
Akan cipta dan citraNya
Kunang-kunang
Syahdu berterbangan
Bintang-bintang
Binar berjatuhan
Kau sulam kenang
Kau sulam senyuman
Kau pemilik sarang
Saduran keindahan
Masih telanjang
Kau ku pandang
Aku terbang
Aku hilang
Hilang menuju pagi
Kukup dalam lentera
Diam menjemput mimpi
Menutup sandiwara.
-Dicky Cahyadi-
Namamu terpenjara
Pedih di balik manja
Lirih batinmu, "Hina!"
Senja menganastesi
Kita menuju mati
Mengantarkan fantasi
Mencuri arti
Risalah perjalanan
Cerita kaulan
Di tengah kehidupan
Kemunafikan
Peluh bercucuran
Jantung berdebaran
Di antara
Jiwa yang berpelukan
"Tapi", katamu,
"Kita tak pernah tahu
Apakah kita mampu
Mengalahkan waktu?"
"Jangan getir
Kita hadir
Tak mampu terusir
pun oleh takdir"
Angin malam
Dalam temaram
Tak terpejam
Menelan alam
Seketika kita
Berkata tak kata
Setitik kita
Ketikkan ketakutan
Ketakutan akan peran
Ketakutan masa depan
Ketakutan sang perawan
Dan malam-malam panjang
Sinar rembulan
Membias bayangan
Nafasnya pelan
Menikmati ciuman
Angin beradu lari
Menunggu matahari
Jantung berdebar ngeri
Mengonstruksi birahi
Indah lekukanmu
Desah melankolis
Seindah merbabu
Dipeluk edelweiss
Bayanganku menyelam
Meresapi matamu
Ketika kau terpejam
Terpenjara nafsumu
Di balik bayang
Kita hilang
Dalam sembahyang
Kita terbang
Dalam belai kita lebur
Nikmat cinta dan cerita
Dalam jiwa kita syukur
Akan cipta dan citraNya
Kunang-kunang
Syahdu berterbangan
Bintang-bintang
Binar berjatuhan
Kau sulam kenang
Kau sulam senyuman
Kau pemilik sarang
Saduran keindahan
Masih telanjang
Kau ku pandang
Aku terbang
Aku hilang
Hilang menuju pagi
Kukup dalam lentera
Diam menjemput mimpi
Menutup sandiwara.
-Dicky Cahyadi-
Pada Suatu Malam
Pada suatu malam,
Secangkir kopi menemaniku.
Pada suatu malam,
secangkir kopi habis.
Pada suatu cangkir,
malam habis.
Pada suatu cangkir,
seketika kata tuk kata akan kata ketakutan kita,
habis.
Jumat, 12 September 2014
Elegi Dari Bawah Jembatan Ibukota
Aku bagai serpihan luka yang menjelma menjadi bintang-bintang,
diam di suatu elemen tanpa ruang,
bersemayam di balik siang,
dan tak jarang tak tahan berjuang,
satu per satu menyerah,
berguguran seakan pasrah,
berjatuhan keluar arah,
berjatuhan tanpa irama,
seperti hujan, seperti airmata,
seperti beban, di antara derita,
tak terungkapkan, walau dengan kata,
kehilangan angan, di antara cita-cita.
aku anak jalanan, hanya bercerita,
tentang ratapan, di sudut kota.
bersama tangisan, aku meminta,
menanti harapan, mengais cinta.
-Dicky Cahyadi-
Ilmu dan Cinta
"Aku mengejar ilmu dengan cinta. Ilmuku rendah ataupun tinggi, semua sia-sia tanpa cinta, yang membimbing moral kita agar tidak saling membinasakan."
Demikian sabda daun edelweiss, yang terbang terhempas angin laut.
~
~
Langganan:
Postingan (Atom)